Kesulitan Belajar Peserta Didik

KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK

 Kesulitan Belajar Peserta Didik

Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan dimana peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor inteligensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non inteligensi. Dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Setiap peserta didik pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa peserta didik itu memiliki perbedaan dalam hal intelektual, kemampuan fisik, latarbelakang, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang peserta didik dengan peserta didik lainnya.

Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan pada para peserta didik yang berkemampuan rata-rata, sehingga peserta didik yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian peserta didik yang berkategori “diluar rata-rata” (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sinilah timbul apa yang disebut dengan kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa peserta didik berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh peserta didik yang berkemampuan tinggi.

Fenomena kesulitan belajar seorang peserta didik biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku peserta didik seperti kesukaan berteriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, tidak mengerjakan tugas yang diberikan padanya, sering tidak masuk sekolah dan sering bolos sekolah. Oleh karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap peserta didik, maka para pendidik perlu memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Masalah kesulitan belajar seorang peserta didik muncul karena adanya gangguan dari dalam (internal) diri peserta didik maupun dari luar (external) diri peserta didik itu sendiri.

Banyak faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Namun faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua faktor penyebab utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal

  1. Faktor Internal

Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam peserta didik itu sendiri. Anak mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar peserta didik.

  1. Faktor Jasmani

Faktor jasmani yang dimaksud dalam hal ini adalah berhubungan dengan kondisi fisik kesehatan peserta didik. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses belajar peserta didik. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu juga dia akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing dan mengantuk jika badannya lemah. Agar peserta didik dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan jasmaninya tetap terjamin dengan cara memperhatikan dan membagi waktu antara belajar, istirahat, makan, olah raga serta rekreasi dan ibadah. Faktor jasmani yang terkait dengan kesehatan peserta didik memberi peranan yang cukup besar dalam proses pembelajaran. Peserta didik dapat belajar dengan baik jika kondisi kesehatannya juga baik.

  1. Faktor Rohani
    • Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar peserta didik. Motivasilah yang mendorong peserta didik ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.

Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang peserta didik yang gemar membaca, maka ia tidak perlu diperintahkan untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, dan lain sebagainya.

  • Minat dan Bakat

Minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat menentukan sukses atau gagalnya kegiatan seseorang. Minat yang besar akan mendorong motivasinya, Kurangnya minat akan menyebabkan kurangnya perhatian dan usaha belajar sehingga dapat menghambat studinya. Dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapinya atau dipelajarinya. Faktor lainnya yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Berkaitan dengan belajar, Slavin mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang peserta didik untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang

  • Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yaitu dimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor kesulitan belajar peserta didik yang berasal dari faktor rohani sangat berhubungan erat dengan bathin diri siswa. Peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik bila peserta didik tersebut memiliki rohani yang kuat.

  1. Faktor Kelelahan

Kelelahan pada diri seseorang dapat dibedakan yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemahnya tubuh untuk melakukan aktivitas belajar. Kelelahan jasmani terjadi karena subtansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian-bagian tubuh tertentu.

Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk belajar hilang. Kelelahan ini terasa pada bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi sesuatu yang monoton tanpa variasi, dan mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat serta perhatiannya. Untuk menghindari kelelahan-kelelahan di atas tentu peserta didik harus istirahat dengan teratur, olahraga dan mengkonsumsi makanan yang seimbang dan teratur.

  1. Faktor External

Faktor external adalah semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar peserta didik yang tidak mendukung aktivitas belajar sehingga menjadi hambatan terhadap kemajuan belajar. Faktor-faktor external tersebut berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

  1. Faktor Lingkungan Keluarga
    • Cara orangtua mendidik

Cara orangtua mendidik anak besar pengaruhnya terhadap keinginan belajar anak, karena keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Cara orang tua yang selalu mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan selalu menyampaikan harapan-harapan yang baik kepada anak akan memberi dorongan dan motivasi yang tinggi untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri anak dalam proses belajarnya

  • Hubungan antar anggota keluarga

Hubungan antar anggota keluarga yaitu hubungan orangtua dengan anaknya, hubungan dengan saudaranya dan hubungan dengan anggota keluarga lainnya. Hubungan ini akan turut mempengaruhi proses belajar anak, sehingga perlu adanya hubungan yang baik dan harmonis di dalam sebuah keluarga.

  • Suasana rumah

Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi dan kejadian yang sering terjadi dimana seorang anak ada dan belajar. Suasana rumah yang sering gaduh atau ramai dan sering terjadi pertengkaran tidak akan memberikan ketenangan kepada anak untuk belajar.

  • Keadaan ekonomi keluarga

Kebutuhan pokok anak dan fasilitas belajar yang tersedia sangat mempengaruhi proses belajarnya. Jika kebutuhan pokok dan fasilitas belajar anak tidak terpenuhi, dapat menyebabkan semngat belajarnya jatuh dan mempengaruhi prestasinya. Namun ada kemungkinan anak yang serba kekurangan dan menderita akibat ekonomi keluarga yang lemah, justru hal itu menjadi cambuk baginya untuk mengambil sikap mengatasinya dan belajar lebih giat yang akhirnya sukses besar.

  • Pengertian orangtua

Anak yang sedang belajar perlu diberi dorongan dan pengertian, jangan diganggu dengan tugas-tugas yang ada di rumah atau lingkungan keluarga. Bila anak mengalami lemah semangat, orangtua wajib memberi pengertian dan membantu anak sedapat mungkin untuk keluar dari kesulitannya.

  • Latar belakang kebudayaan

Tingkat pendidikan dan latar belakang budaya dalam keluarga juga mempengaruhi sikap anak dalam proses belajar, sehingga perlu ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik untuk mendorong anak belajar.

  1. Faktor Lingkungan Sekolah
  • Metode mengajar

Metode yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran turut mempengaruhi hasil belajar sehingga peserta didik sering mengalami kesulitan belajar untuk mencerna materi yang disampaikan.

 

  • Hubungan guru dengan peserta didik

Bila terjadi hubungan yang baik antara guru dan siswa baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas, akan memberi dampak positif terhadap peserta didik dalam proses belajarnya. Jika peserta didik tidak menyukai gurunya mengakibatkan kurangnya partisipasi belajar dan perhatian peserta didik terhadap materi yang disampaikan, sehingga pelajaran itu akan gagal bagi dirinya. Dengan demikian guru harus selalu menjaga hubungan baik dengan peserta didik jangan sampai terjadi gap antara guru dan peserta didik

  • Disiplin sekolah

Disiplin sekolah merupakan aturan atau tata tertib yang harus ditaati setiap personil sekolah baik kepala sekolah, guru, tenaga administrasi maupun peserta didik. Disiplin guru dalam mengajar, kedispilinan pegawai atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan serta keteraturan kelas, gedung sekolah halaman dan lain-lain, kedisplinan kepala sekolah mengelola seluruh staf dan siswanya juga ke disiplinan BP dalam pelayanan kepada peserta didik, semuanya itu menjadi telaudan bagi peserta didik memberi pengaruh positif terhadap belajarnya

  • Media belajar

Media belajar yang digunakan guru erat hubungannya dengan kemudahan peserta didik menguasai materi ajar yang disampaikan guru. Untuk itu guru harus benar-benar mempersiapkan media belajar yang tepat sebelum melaksanakan kontak kelas.

  • Bahan-bahan referensi

Kurangnya buku referensi di sekolah menyebabkan terganggunya kelancaran pembelajaran peserta didik, yang mengakibatkan proses pembelajaran lamban dan kurang efisien.

  • Tugas-tugas rumah

Tugas-tugas rumah diharapkan berupa tugas untuk penguatan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran yang didapat di sekolah. Sebab itu diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, yang mengakibatkan anak tidak punya waktu untuk kegiatan lainnya. Kenyamanan belajar bagi peserta didik harus diperhatikan, jadi peserta didik tidak dengan keterpaksaan dalam mengerjakan tugas-tugas, karena beban tugas belajar akan menimbulkan kesulitan belajar jika dilakukan peserta didik dengan tidak nyaman.

  1. Faktor Lingkungan Masyarakat
  • Kegiaan peserta didik dalam masyarakat

Kegiatan peserta didik yang terlalu banyak di lingkungan masyarakat seperti berorganisasi, kegiatan sosial dan lainnya memungkinkan peserta didik mengalami kelelahan maupun kurangnya waktu untuk belajar.

  • Media Massa; bioskop, radio, televise, surat kabar, komik dan lainnya juga memberi pengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
  • Teman bergaul; teman bergaul yang tidak mendukung proses pembelajaran peserta didik.
  • Bentuk kehidupan dan kebiasaan masyarakat setempat.

 

Jenis-jenis kesulitan belajar.

  1. Learning disability

Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:

  1. Disleksia (dyslexia) yakni ketidak mampuan belajar membaca.

Membaca merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh makna dari symbol berupa huruf atau kata. Aktivitas ini meliputi dua proses, yakni proses decording, juga dikenal dengan istilah membaca teknis, dan proses pemahaman. Membaca teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi atau menerjemaahkan kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau sejenisnya.

Berdasarkan hasil penelitian di negara maju, lebih dari 10% murid sekolah mengalami kesulitan membaca. Kesulitan membaca ini menjadi penyebab utama kegagalan anak di sekolah. Hal ini dapat dipahami, karena membaca merupakan salah satu bidang akademik dasar, selain menulis dan menghitung. Kesulitan membaca juga menyebabkan anak merasa rendah diri, untuk termotivasi belajar, dan sering juga mengakibatkan timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Hal ini terjadi karena dalam masyarakat yang semakin maju, kemampuan membaca merupakan kebutuhan, karena sebagian informasi disajikan dalam bentuk tertulis dan hanya dapat diperoleh melalui membaca. Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat disebut aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, yaitu membaca permulaan atau membaca lisan, dan membaca pemahaman. Mengingat pentingnya kemampuan membca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendaknya ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia visual.

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya.

  1. Disgrafia (dysgraphia)yakni ketidakmampuan belajar menulis.

Kesulitan belajar menulis disebut juga sisgrafia, kesulitan belajar menulis yang berat disebut arafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu menulis permulaan, mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan kemampuan menulis bagi seorang siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.Tujuan utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-tama anak harus dapat menulis dengan mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu pengajaran menulis pada tahap awal difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf balok dan huruf bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi huruf secara benar dan konsisten.Kesulitan menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya gangguan motorik, gangguan emosi, gangguan persepsi visual, atau gangguan ingatan. Gangguan gerak halus dapat menganggu keterampilan menulis, misalnya seorang anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak dapat menulis secara jelas atau mengikuti kecepatan gurunya, hal ini dapat berakibat pada penguasaan bidang studi akademik lain.

  1. Diskalkulia (dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika.

Berhitung adalah salah satu cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai proyek, kejadian, dan waktu. Ada orang yang beranggapan bahwa berhitung sama dengan matematika. Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya keliru karena hampir semua cabang matematika selalu ada berhitung. Kesulitan belajar berhitung yang berat disebut akalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah konsep, komputasi, dan pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa, berhitung yang merupakan bagian dari matematika adalah sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Kesulitan belajar berhitung merupakan jenis kesulitan belajar terbanyak disamping membaca.

Ciri-ciri learning disabilities:

  • Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca.
  • Lambat dalam mempelajari hubungan antara hurufdengan bunyi pengucaannya.
  • Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingat.
  • Implusif yaitu bertindak tanpa difikir dahulu.
  • Sulit berkosentrasi.

Penyebab learning disabilities :

  • Faktor keturunan (genetik) dan gangguan koordinasipada otak.
  • Kira-kira 14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidakmampuan dalam belajar disebabkan karena ada gangguan diarea otak.

 

  1. Under achiever

Semiawan (1997: 209) menyebutkan”underachievement adalah kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya”. Makmun (2001: 274) juga mengungkapkan bahwa yang dimaksud ”underachiever adalah mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang diperkirakan berdasar hasil tes kemampuan belajarnya”.

  1. Ciri-ciri under achiever:
  • Prestasi tidak konsisten: kadang bagus, kadang tidak.
  • Tidak menyelesaikan pekerjaan rumah (PR).
  • Rendah diri.
  • Takut gagal (atau sukses).
  • Takut menghadapi ulangan.
  • Tidak punya inisiatif.
  • Malas, bahkan depresi.
  1. Penyebab under achiever

Penyebab underachiever, Butler-Por (dalam oxfordbrooks.ac.uk,2006) menyatakan bahwa underachievement bukan disebabkan karena ketidakmampuan untuk melakukan suatu dengan lebih baik,tetapi karena pilihan-pilihan yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar.

 

  1. Slow leaner

Slow learning yaitu suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal.

  1. Burton, (dalam Sudrajat;2008)

Slow learning adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang

1)  Ciri-ciri slow learning

  • Fungsi kemampuan di bawah rata-rata pada umumnya.
  • Memiliki kecanggungan dalam kemampuan menjalinhubungan intrapersonal.
  • Memiliki kesulitan dalam melakukan perintah yang bertahap
  • Tidak memiliki tujuan dalam menjalani kehidupannya
  • Memiliki berbagai kesulitan internal seperti; keterampilan mengorganisasikan, kesulitan transfer belajar, dan menyimpulkan infromasi.
  • Memiliki skor yang rendah dengan konsisten dalam beberapa tes.
  • Memiliki pandangan mengenai dirinya yang buruk.
  • Mengerjakan segalanya secara lambat.
  • Lambat dalam penguasaan terhadap sesuatu.

2)  Penyebab slow learning

  1. a)  Kemiskinan

Kemiskinan merupakan factor utama dari slow learning di negara berkembang. Kemiskinan menyababkan banyak kekurangan mental dan moral yang pada akhirnya mempengaruhi performa siswa. Seperti ungkapan “di badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat”.

  1. b) Faktor emosional

Semua anak pasti mengalami permasalahan emosional, tetapi slow learner mengalami permasalahan yang serius dan untuk waktu yang lama sehingga sangat mengganggu proses belajar mereka. Permasalahan emosional ini berakibat pada prestasi akademis yang rendah, hubungan interpersonal yang tidak baik, dan harga diri yang rendah. Bagian penting dalam perkembangan personal, social dan emosional adalah konsep diri dan harga diri.

  1. c) Faktor pribadi

Factor pribadi meliputi kelainan bentuk fisik (deformity), kondisi patologi/ penyakit badan, dan kekurangan penglihatan, pendengaran dan percakapan dapat mengarah pada slow learning. Faktor pribadi juga meliputi penyakit yang lama atau ketidakhadiran di sekolah untuk waktu yang lama ddan kurangnya kepercayaan diri.

Diagnosis Kesulitan Belajar

Diagnosis adalah keputusan atau penentu mengenai hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa.Sebelum memetakan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa. Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.

Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (2008) sebagai berikut:

  • Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
  • Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
  • Mewawancarai orangtua / wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
  • Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
  • Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

Secara umum langkah-langkah tersebut diatas dapat dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5 (tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orang tua siswa dapat berhubungan dengan klinik psikologi. Dalam hal ini, yang perlu dicatat ialah apabila siswa yang mengalami kesulitan belajar itu ber-IQ jauh dibawah normal (tuna grahita), orang tua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita (sekolah luar biasa), karena lembaga/ sekolah biasa tidak menyediakan tenaga pendidik dan kemudahan belajar khusu untuk anak-anak abnormal. Selanjutnya, para siswa yang nyata-nyata menunjukkan misbehavior berat seperti perilaku agresif yang berpotensi antisosial atau kecanduan narkotika, harus diperlakukan secara khusus pula, umumnya dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan anak-anak atau ke “pesantren” khusus pecandu narkotika.

 

Adapun untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pengidap sindrom disleksia, disgafia, dan diskalkulia, sebagaimana yang telah diuraikan, guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk memanfaatkan support teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani siswa pengidap sindrom-sindrom tadi disamping melakukan remedial teaching (pengajaran perbaikan).

Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya:

  • Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
  • Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
  • Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
  • Social worker, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak.
  • Ortopedagogik, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak.
  • Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah.
  • Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak dirumah.

 

7 comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *