Seni adalah?

1347268555

Jiwa Ketok

Sudjojono memahami kesenian sebagai jiwa ketok (jiwa yang nampak). Sudjojono dalam esainya yang berjudul “Kesenian, Seniman dan Masyarakat” mempertanyakan apa yang disebut sebagai kesenian.

“Apakah itu kesenian? Untuk menjawab ini susah sekali. Kalau seorang seniman membuat suatu barang kesenian, maka sebenarnya buah kesenian tadi tidak lain dari jiwanya sendiri yang kelihatan. Kesenian adalah jiwa ketok. Jadi kesenian adalah jiwa. Jadi kalau seorang sungging membuat sebuah patung dari batu atau kayu, maka patung batu atau patung kayu tadi, meskipun ia menggambarkan bunga, ikan, burung, atau awan saja, sebenarnya gambar jiwa tadi. Di dalam patung ikan, patung burung, atau awan tadi kelihatan jiwa sang Sungging dengan terangnya. (Sudjojono, 2000: 92)

Kesenian bagi Sudjojono ialah jiwa seniman yang terlihat. Karya seni merupakan gambaran jiwa seniman sekalipun materi yang direproduksi ialah tiruan dari kenyataan. Hal ini dapat terjadi karena menurut Sudjojono jiwa bukanlah suatu kamar klise yang menangkap kenyataan sebagaimana adanya. Sudjojono memberi ilustrasi tentang proses kreatif yang berangkat dari penglihatan ditangkap jiwa lalu dimanifestasikan dalam gambar atau lukisan.

“Lebih jelas lagi umpamanya: Seorang pelukis hendak melukis seekor burung. Pelukis harus melihat burung dengan perantaraan matanya. Dari mata tadi, jiwanya mendapat cap burung, lalu mengadakan suatu proses psikologis di dalam. Sesudah proses ini terjadi, maka barulah dia melukis dengan perantaraan tangannya. Jalanya jadi demikian: burung-matajiwa; jiwa-tangan-gambar burung.” (Sudjojono, 2000: 11).

Sudjojono menyatakan sekalipun objek yang dilihat sama, dan sekalipun cara kerja mata mempunyai persamaan dengan cara kerja lensa foto, namun “jiwa kita bukan hanya suatu kamar klise saja”, yang langsung memantulkan objek sama persis apa adanya. Jiwa tadi mempunyai watak yang berbeda-beda. Jiwa mempunyai filsafat hidup, perasaan warna, perasaan indah yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Corak dan gaya gambar tadi berbeda satu sama lain karena nasionalitas masing-masing seniman. “Jadi, gambar (ialah) suatu buah pekerjaan proses jiwa kita dan bukan gambar klise optische opname mata kita saja.” (Sudjojono, 2000: 11). Seniman di sini bukan sebagai penerima yang pasif tetapi sebagai subjek yang aktif mengolah hasil cerapan-cerapan indera.

Sudjojono menyatakan kebesaran karya seni tidak tergantung sederhana atau tidaknya materi yang diangkat sebagai subjek, tetapi dari jiwa si seniman itu sendiri.  Subjek dalam karya seni diangkat dari hal-hal sederhana yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Sudjojono menyatakan,

“[…] meskipun yang diceritakan oleh seorang seniman itu perjuangan pemuda, revolusi, pemberontakan, atau yang digambarkan pemimpin revolusi sebagai Diponegoro, atau yang dilukiskan atau yang dinyanyikan Sosialisme, hancurnya kapitalisme dan lain-lain cerita yang hebat-hebat dan diberi judul yang muluk-muluk… tetapi si pembuat tadi hanya berjiwa sebesar kudis. Buah pekerjaannya hanya akan menjadi sampah dan gagal belaka dalam ujian sejarah.” (Sudjojono, 2000:98).

Sumber:http://indoprogress.com/2013/09/konsep-konsep-seni-s-sudjojono/

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *