Karakteristik Peserta Didik

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

Karakteristik Peserta Didik

Memahami karakteristik peserta didik, merupakan sikap yang harus dimiliki dan dilakukan guru agar dapat mengetahui aspirasi / tuntutan peserta didik yang bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan program yang tepat bagi peserta didik, sehingga kegiatan pembelajaran pun akan dapat memenuhi kebutuhan minat mereka dan tepat berdasarkan dengan perkembangan mereka. Beberapa dasar pertimbangan perlunya ”memahami karakteristik peserta didik ” adalah:

  • Dasar pertimbangan psikologis :bahwa suatu kegiatan akan menarik dan berhasil apabila sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, keinginan, dan tuntutan peserta didik.
  • Dasar pertimbangan sosiologi :bahwa secara naluri manusia akan merasa ikut serta memiliki dan aktif mengikuti kegiatan yang ada.

Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti tabiat watak, pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap (Pius Partanto, Dahlan, 2005). Karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan.(Moh. Uzer Usman,2008). Beberapa defenisi peserta didik diantaranya adalah:

  • Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan.
  • Peserta didik adalah unsur penting dalam kegiatan interaksi edukatif karena sebagai pokok persoalan dalam semua aktifitas pembelajaran (Saiful Bahri Djamarah, 2008).
  • Peserta didik adalah individual yang memiliki keunikan, berbeda satu sama lain dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri persis sama meskipun mereka itu kembar.

Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya.Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami.Berbagai faktor dalam diri individu berkembang melalui cara-cara yang bervariasi dan oleh karena itu menghasilkan dinamika karakteristik individual yang bervariasi pula.Karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam keunikannya. Keunikan dan perbedaan individual itu oleh perbedaan faktor pembawaan dan lingkungan yang dimiliki oleh masing-masing individu.Perbedaan individu tersebut membawa implikasi imperatif terhadap seluruh layanan pendidikan untuk memperhatikan karakteristik peserta didik yang unik dan bervariasi tersebut.Secara garis besar, perbedaan individu dikategorikan menjadi 2, yaitu Perbedaan secara fisik, dan psikis.Perbedaan secara psikis meliputi perbedaan dalam tingkat intelektualitas, kepribadian, minat, sikap dan kebiasaan belajar.Dalam pandangan yang lain, perbedaan individual siswa sekolah menengah dibedakan berdasarkan perbedaan dalam kemampuan potensial dan kemampuan nyata. Kemampuan nyata dapat disebut sebagai prestasi belajar.

Peserta didik yang berada pada tingkat menengah dikategorikan pada kelompok remaja. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka dalam Pikunas, 2008; Kaczman dan Riva, 2005).

Ditilik dari segi usia, siswa SLTP (SMP dan MTS) dan SLTA termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa. Menurut Konopka (Pikunas,  2008) fase ini meliputi:

  1. Remaja awal: 12-15 tahun
  2. Remaja madya: 15-18 tahun
  3. Remaja akhir: 19-22 tahun.

Jika dilihat dari klasifikasi usia tersebut, maka siswa sekolah menengah termasuk kedalam kategori awal dan madya. Karakteristik peserta didik yang akan di bicarakan dalam kegiatan ini adalah krakteristik yang berkaitan dengan aspek intelektual, aspek emosional, dan aspek spiritual.

  1. Karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek Intelektual

Aspek intelektual merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai kegiatan aktifitas mental ( berfikir,menalar, dan memecahkan masalah). Sejalan dengan perkembangan fisik, berkembang pula kemampuan intelektual berpikirnya. Kalau pada usia Sekolah Dasar, kemampuan berpikir anak masih berkenaan dengan hal-hal yang konkrit atau berpikir konkrit, pada masa SLTP (remaja awal) mulai berkembang kemampuan berpikir abstrak, pada masa SMA/SMK (remaja akhir) mampu membayangkan apa yang akan dialami bila terjadi suatu peristiwa umpamanya Krisis minyak, bagaigaman proses pembuatan minyak, dan lain sebagainya.Remaja (SMA/SMK) telah mampu berpikir jauh melewati kehidupannya baik dalam dimensi ruang maupun waktu.Berpikir abstrak adalah berpikir tentang ide-ide, yang oleh Jean Piaget seorang ahli psikolog dari Swiss disebutnya sebagai berpikir formal operasional.

Berkembangnya kemampuan berpikir formal operasional pada remaja (SMA/SMK) ditandai dengan tiga hal penting.Pertama, peserta didik mulai mampu melihat (berpikir) tentang kemungkinan-kemungkinan. Kalau pada usia Sekolah Dasar peserta didik hanya mampu melihat kenyataan, maka pada usia remaja mereka telah mampu berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan. Kedua, peserta didik telah mampu berpikir ilmiah.Remaja telah mampu mengikuti langkah-langkah berpikir ilmiah, dari mulai merumuskan masalah, membatasi masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan dan mengolah data sampai dengan menarik kesimpulan.Ketiga, remaja telah mampu memadukan ide-ide secara logis.Ide-ide atau pemikiran abstrak yang kompleks telah mampu dipadukan dalam suatu kesimpulan yang logis.

Secara umum kemampuan berpikir formal mengarahkan remaja kepada pemecahan masalah-masalah berpikir secara sistematik.Dalam kehidupan sehari-hari para remaja dan juga orang dewasa jarang menggunakan kemampuan berpikir formal, walaupun mereka sebenarnya mampu melaksanakannya.Mereka lebih banyak berbuat berdasarkan kebiasaan, perbuatan atau pemecahan rutin.Hal itu mungkin disebabkan karena tidak adanya atau kurangnya tantangan yang dihadapi atau dialami sebagai tantangan, atau orang tua, masyarakat dan guru tidak membiasakan remaja menghadapi tantangan tuntutan yang harus dipecahkan. Oleh karena itu, guru perlu mulai mendorong kemampuan berpikir, para peserta didik pada usia ini, tentang kemungkinan ke depan. Mengarahkan para peserta didik kepada pemikiran tentang pekerjaan yang tentunya pemikiran tersebut, disesuaikan dengan pertambahan usia. Para remaja muda (usia SLTP) pemikiran tentang pekerjaan masih diwarnai oleh fantasinya, sedang para remaja dewasa (usia SLTA) telah lebih realistik.

Pada usia Sekolah Dasar peserta didik sudah memiliki kemampuan mengingat informasi dan keterampilan memproses informasi tersebut. Dengan telah dikuasainya kemampuan berpikir formal, maka keterampilan memproses informasi ini berkembang lebih jauh. Keterampilan memproses informasi Ini pada masa remaja lebih cepat dan kuat, dan ini sangat memegang peranan penting dalam penyelesaikan tugas-tugas pembelajaran maupun pekerjaan. Sesuai dengan pelajaran dan tugas-tugas yang mereka hadapi, para remaja mempunyai keunggulan keterampilan, umpamanya mereka sudah mengerti dan dapat mengerjakan dengan benar bentuk tes objektif tanpa penjelasan guru, mereka telah mampu mencari hal-hal penting pada waktu membaca buku, mereka telah mempunyai minat terhadap hal-hal khusus umpamanya mata pelajaran atau bidang tertentu. Penguasaan keterampilan memproses informasi ini menyempurnakan atau membulatkan penampilan penguasaan kognitif mereka.

Menurut Syamsuddin (2008), ada perbedaan profil intelektual pada anak remaja awal (SLTP) dan remaja akhir (SLTA). Perbedaan itu dapat di lihat pada tabel berikut sebagai berikut :

NO Peserta Didik SLTP

(remaja awal)

Peserta Didik SLTA (SMK)

(remaja akhir)

1. Proses berpikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (assosiasi, diffrensiasi, komparasi, dan kausalitas) dalam ide-ide atau pemikiran absrak (meskipun relatif terbatas) Sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuannya membuat generalisasi yang lebih koklusif dan komprehensif)
2. Kecakapan dasar umum (general intelligence) menjalani laju peerkembangan yang terpesat (terutama bagi yang belajar di sekolah) Tercapainya titik puncak (kedewasaan intelektual umum, yang mungkin ada penambahan yang sangat terbatas bagi yang terus bersekolah)
3. Kecakapan dasar khusus (bakat atau aptitude) mulai menunjukkan kecenderungan-kecenderungan lebih jelas. Kecenderungan bakat tetentu mencapai titik puncak dan kemantapannya

 

Perbedaan karakteristik dari masing-masing siswa, menyebabkan guru harus merencanakan proses pembelajaran yang hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan, dengan demikian, maka siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan. Artinya keputusan-keputusan yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan.

  1. Karakteristik Peserta Didik yang Berkaitan dengan Aspek Emosional

Seperti telah diuraikan di atas masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai 18 tahun, yaitu masa peserta didik duduk di bangku sekolah menengah. Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun lingkungannya.

Semiawan (2005) mengibaratkan: terlalu besar untuk serbet, terlalu kecil untuk taplak meja karena sudah bukan anak-anak lagi, tetapi juga belum dewasa . Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian.

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pertumbuhan organ-organ seksual mempengaruhi emosi atau perasaan-persaan baru yang belum dialami sebelumnya, seperti: rasa cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis.

 

  1. Karakteristik Peserta Didik yang Berkaitan dengan aspek Spiritual

Perkembangan kemampuan berpikir remaja mempengaruhi perkembangan pemikiran dan keyakinan tentang agama/spiritual. Kalau pada tahap usia Sekolah Dasar pemikiran agama ini bersifat dogmatis, masih dipengaruhi oleh pemikiran yang bersifat konkrit dan berkenaan dengan sekitar kehidupannya, maka pada masa remaja sudah berkembang lebih jauh, didasari pemikiran-pemikian rasional, menyangkut hal-hal yang bersifat abstrak atau gaib dan meliputi hal-hal yang lebih luas. Remaja yang mendapatkan pendidikan agama yang intensif, bukan saja telah memiliki kebiasaan melaksanakan kegiatan peribadatan dan ritual agama, tetapi juga telah mendapatkan atau menemukan kepercayaan-kepercayaan khusus yang lebih khusus yang lebih mendalam yang membentuk keyakinannyadan menjadi pegangan dalam merespon terhadap masalah-masalah dalam kehidupannya. Keyakinan yang lebih luas dan mendalam ini, bukan hanya diyakini atas dasar pemikiran tetapi juga atas keimanan. Berikut ini merupakan profil perkembangan aspek spiritual peserta didik remaja :

  1. Eksistensi dan sifat kemurahan serta keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut sistem kepercayaan atau agama yang dianutnya
  2. Penghayatan dan pelaksanaan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya sendiri yang tulus ikhlas
  3. Mulai menemukan pegangan hidup dan jati diri yang definitif

 

200 comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *